Minggu, 13 Januari 2013


A Letter To My Mother
Ketika aku lahir aku menangis dan ibuku tersenyum, aku bahagia karena aku termasuk orang yang beruntung yang terpilih dari sekian ribu sel di dalam rahim seorang ibu yang akhirnya saya menjadi manusia seutuhnya.
Terik, lelah, susah, ibu mengandungku selama kurang lebih 9 bulan, aku tidak pernah tau apa yang terjadi pada ibuku selama mengandungku, aku tidak pernah tau lelah yang seperti apa yang ibu rasakan ketika ibu mengandungku.
Sebelum kelahiranku, disaat usia kehamilan ibuku sudah berusia 9 bulan ibu masih tetap semangat untuk menyambutku, mempersiapkan semua keperluanku, begitu dengan penuh rasa sayang ibu dengan sabar menjalani masa-masa kehamilannya.
Kemudian saat itu telah tiba, dimana saya di lahirkan dari rahim seorang ibu, dengan sabar ibu menahan sakit, dengan sabar ibu sangat berharap dapat melihatku dengan keadaan sehat tanpa memikirkan keadaannya sendiri, hidup dan mati ibu pertaruhkan nyawanya untuk melahirkanku.
Bagi ibu usia kehamilan yang 9 bulan itu tidak masalah karna baginya kebahagiaan terbesar untuk hidupnya dapat memiliki seorang anak. Seketika itu tangisanku terpecahkan, menggemparkan seluruh keluarga, mengubah semua ketegangan menjadi tangisan bahagia.
Kini aku telah terlahir di dunia ini, aku bahagia memiliki ibu dan ayah yang amat sangat menyayangiku, aku hidup ditengah keluarga yang harmonis. Saat itu ketika aku mulai tumbuh aku mulai mengenal lingkungan, aku dapat bermain, belajar dengan teman-teman dengan penuh perhatian dari ayah dan ibu.
Namun ternyata keadaan bahagia itu tidak bertahan lama, ketika usiaku menginjak pada usia 5 tahun, ayah dan ibu sering bertengkar, aku bingung dengan keadaan yang sangat menyulitkan ini. Aku hanya bisa terdiam melihat orang tuaku yang tidak seharmonis dulu. Beberapa minggu setelah pertengkaran itu orang tuaku bercerai, ayah meninggalkan ibu dan aku. Kini ibuku menjadi seorang single parent, ibu sabar menjalani hidup yang dikatakan cukup sulit. Diusiaku yang menginjak usia tumbuh kembang ibu berusaha keras untuk berusaha membahagiakanku meski tanpa seorang ayah.
Bagiku ibu segalanya, dengan penuh kasih sayang ibu berkorban banting tulang untuk dapat membiayai sekolahku, memenuhi kebutuhanku tanpa mengeluh, dengan tegar ibu merawatku seorang diri. Ibu selalu tersenyum meski hatinya merasa teriris dengan semua keadaan yang cukup sulit, tapi ibu selalu berusaha tersenyum di depanku, tak ingin ibu membebani fikiranku, buatnya adanya aku di samping ibu sudah sedikit mengurangi beban di pundaknya.
Hari berganti minggu, bulan berganti tahun dan usia semakin berkurang ibuku tak pernah lelah untuk tetap merawatku hingga aku dapat menyelesaikan sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah atas hingga sekarang aku telah menjadi seorang mahasiswa, semua ini tidak mudah bagi seorang ibu merawat anak seorang diri, semua ini butuh proses yang panjang dan cukup sulit tapi tidak untuk ibuku, bagi ibu semua ini ia lakukan hanya kebahagiaan anaknya.
Buatku ibu lebih dari seorang perempuan hebat, ibu bagiku manusia yang paling sempurna, yang telah diberikan kekuatan berkali lipat oleh ALLAH yang tidak dapat dimiliki oleh seorang ayah. Ibu telah merawatku hingga aku mengerti akan sebuah proses hidup, mengerti akan sebuah pengorbanan. Selama ini ibu selalu berkorban untukku, aku belajar melewati hidup ini dari seorang ibu, aku belajar menjadi orang yang lebih tegar, lebih bijak dari seorang ibu.
Proses yang rumit, tapi buatku semua akan mudah  jika aku juga dapat berkorban untuk ibu, saat ini aku belum menjadi siapa-siapa, namun saat ini lah proses dimana aku menjalani hidup untuk dapat membahagiakan ibu. Aku tak ingin mengeluh dengan semua keadaan ini, aku tak ingin orang yang telah mengorbankan hidupnya untukku tidak bahagia. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk ibu, kebahagiaan ibu.
Terima kasih untuk semua bu, aku selalu menyayangimu, aku tak ingin melihatmu menangis, aku ingin menggantikan semua apa yang menjadi hak ibu, kesakitan ibu selama ini semua akan berubah dengan kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar