KEBUDAYAAN KALIMANTAN
BARAT
1.1.
Sosial
Kemasyarakatan Provinsi Kalimantan Barat
1.1.1.
Suku
Bangsa
Suku
bangsa tahun 1930 di seluruh Kalbar pada keempat afdeeling yang dominan besar,
yaitu Dayak
(40,4%), Melayu
(27,7%), bumiputera lainnya (18,3%), Tionghoa
(13%).
1.1.2.
Bahasa
Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat.
Selain itu bahasa penghubung, yaitu bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan
Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam
jenis Bahasa Dayak, Menurut penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek
yang dituturkan oleh suku Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu
dan Khek/Hakka.
Dialek yang di masksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu
banyaknya kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung
kata seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot
(Melahui). Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa jenis,
antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa Melayu
Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahas Melayu Malaysia dan
Melayu Riau. Perbedaannya
adalah pengucapan / logat dalam kalimat dengan suku serumpun yakni pengucapan
kalimat yang menggunakan akhiran kata i dan e, i dan y, misalnya: Kediri” dan
Kedire”, rari dan rare, kemudian inai dan inay, pulai dan pulay dan penyebutan
kalimat yang menggunakan huruf r ( R berkarat ), serta logat pengucapannya,
walaupun mengandung arti yang sama.
1.1.3. Agama
Mayoritas
penduduk Kalimantan Barat memeluk agama
Islam
(57,6%), Katolik
(24,1%), Protestan (10%), Buddha
(6,4%), Hindu
(0,2%), lain-lain (1,7%).
1.1.4. Pendidikan
Perguruan Tinggi/Universitas yang
ada di Kalimantan Barat antara lain:
10. ASMI
Pontianak
11. ABA
Pontianak
17. STIE
Pontianak
19. STIH
Singkawang
24. STKIP
Singkawang
1.1.5.
Upacara
Adat dan Keagamaan
1.1.5.1.
Upacara yang berkaitan dengan perkawinan
1)
Upacara sebelum perkawinan.
Biasanya
sebelum upacara pernikahan diadakan, terlebih dahulu pihak keluarga melakukan Bahaupm (musyawarah).
Pada upacara ini calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan akan
menentukan apakah suami ikut istri atau sebaliknya.
2)
Upacara Ngaladakng Buntikng
Upacara
ini dilaksanakan di kamar suami istri pada saat hamil 3 bulan. Upacara ini dilakukan dengan maksud menghindari keguguran,
terutama saat hamil pertama.
3)
Upacara Batalah
Upacara
Batatah, yaitu upacara untuk memberi nama pada bayi yang baru lahir. Upacara
ini dilakukan setelah tiga atau tujuh hari kelahiran bayi yang didahului dengan
prosesi pemandian bayi. Apabila upacara ini dilakukan pada hari ketiga setelah
kelahiran bayi, maka upacara ini harus disertai dengan penyembelihan seekor
ayam untuk selamatan. Bila upacara dilaksanakan pada hari ketujuh, maka
disembelih seekor babi untuk perjamuan dan balas jasa yang menolong kelahiran.
4)
Upacara Batenek
Batenek
adalah upacara melubangi telinga anak perempuan. Upacara ini dilakukan setelah anak berumur antara dua sampai tiga
tahun.
5)
Upacara Babalak
Babalak
adalah upacara penyunatan anak laki-laki di bawah usia sepuluh tahun. Upacara
ini masih tetap dijalankan walaupun orang Dayak masih memegang kuat kepercayaan
lama. Dalam upacara ini biasanya disembelih tiga ekor babi dan dua belas ekor
ayam. Bagi keluarga yang tidak mampu, perayaannya dapat digabungkan dengan
keluarga lain yang mampu, namun harus menyumbang seekor ayam, tiga kilogram
beras sunguh (beras biasa), dan tiga kilogram beras pulut (ketan).
6)
Upacara adat Karusakatn
Karusakatn
adalah upacara yang berhubungan dengan kematian. Bagi orang Dayak Kanayatn,
orang yang meninggal harus dikuburkan paling lama satu malam setelah meninggal.
Upacara kematian ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu: (a) Upacara adat
Basubur, yakni upacara untuk memberi makan orang yang telah meninggal; (b)
Upacara Barapus, yaitu upacara yang dilakukan tiga hari setelah pemakaman untuk
memberitahukan kepada orang yang meninggal bahwa ia telah meninggal dunia; (c)
Upacara Malahi, yaitu upacara yang dilakukan di tengah ladang seperti orang
yang meninggal itu melakukan sesuatu, seperti mengerjakan ladang atau sedang
panen. Pelaksanaan upacara ini bertujuan agar arwah orang yang meninggal tidak
mengganggu ladang; (d) Upacara Ngalapasatn tahun mati, yakni upacara untuk
melepas arwah orang yang telah meninggal setelah tiga tahun. Jika belum genap
tiga tahun, maka keluarga orang yang meninggal harus memberi sesaji setiap ada
upacara adat.
1.1.5.2.
Upacara
yang Berkaitan dengan Pertanian
1)
Upacara Nabo’ Panyugu Nagari
Sebelum
membuka suatu lahan pertanian, pertama-tama seluruh penduduk desa harus meminta
ijin bersama-sama dengan cara berdoa di Panyugu (tempat ibadat) ketemenggungan.
Agar doa ini terkabul, maka penduduk harus bapantang (menjalankan pantang)
selama tiga hari tiga malam. Selama masa bapantang itu masyarakat tidak boleh
bekerja, tidak makan daging, pakis, rebung, cendawan, dan keladi. Mereka juga
tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor atau umpatan yang dapat menyebabkan
bapantang itu gagal.
2)
Upacara Nabo’ Panyugu Tahun
Upacara
ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pertanian dengan sembahyang di Panyugu
untuk memohon keselamatan dan berkah yang baik. Hal ini dilakukan karena
masyarakat Dayak Kanayatn parcaya bahwa keberhasialan ritual dapat menentukan
keberhasilan panen mereka tahun itu.
3)
Upacara Ngawah
Upacara
ini dilakukan malam hari untuk mencari tempat yang cocok untuk menanam padi.
Pencarian lahan dilakukan dengan cara mengetahui gajala-gejala alam seperti
bunyi burung dan binatang yang dapat memberi petunjuk kepada mereka dalam
menentukan lahan pertanian. Adapun binatang-binatang itu, seperti kunikng,
kalingkoet, tampi’ seak, ada’atn. Jika terdengar bunyi di atas bukit, berarti
pertanian di dataran tinggi akan berhasil (ladang), namun bila bunyi berasal dari
lembah, maka hal itu merupakan tanda pertanian ladang akan suram. Bila
ditemukan bangkai binatang di atas lahan pertanian, menandakan bahwa lahan yang
sudah ditentukan itu baik untuk ditanami.
4)
Upacara Mandangar Rasi
Upacara
ini dilakukan setelah upacara Ngawah. Upacara ini merupakan tanda bunyi dari
alam yang menyatakan baik atau buruk hasil pertanian nanti (pesan rasi).
Apabila pesan rasi dianggap baik, maka pekerjaan diteruskan, sebaliknya bila
pesan dari rasi tidak baik, maka pekerjaan harus dihentikan.
5)
Kegiatan Ngaratas
Ngaras
merupakan kegiatan membuat lajur batas atas lahan pertanian dengan lahan
tetangga. Setelah itu barulah bahuma (menebas) hutan sampai dengan selesai. Hal
ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan agar tidak terjadi pengambilan
batas tanah ladang orang lain.
6)
Nabakng
Nabakng
adalah upacara menebang pohon setelah kegiatan menebas. Setelah itu dilakukan
upacara baremah dengan membuat persembahan untuk Jubata, agar diperbolehkan
memakai lahan pertanian atau ladang yang akan digarap. Bila ada pohon besar,
maka pohon tersebut tidak ditebang, melainkan hanya dikurangi cabang-cabangnya.
Orang Dayak Kanayatn percaya bahwa pohon besar biasanya dihinggapi burung
tingkakok atau burung berkat padi yang menjaga dan menimbang buah padi, sehingga
pada waktu panen nanti akan mendapat padi yang baik (berisi) dan melimpah.
7)
Ngarangke Raba’
Ngarangke
Raba’ adalah upacara mengeringkan tebasan dan tebangan dalam beberapa waktu
untuk kemudian dibakar. Sebelum dibakar dilakukan ngaraki’ yaitu membersihkan
daerah sekeliling yang akan dibakar untuk pencegahan merambatnya api secara
luas. Upacara ini dilakukan untuk meminta berkah pada roh pelindung sebelum
pekerjaan selanjutnya dilaksanakan.
8)
Membuat Solor atau Jaujur
Upacara
ini adalah upacara pembuatan tanda batas antara ladang milik sendiri dengan
ladang tetangga agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman karena kesalahan
pemakaian batas tanah garapan.
9)
Upacara Batanam Padi
Upacara
Batanam padi ini terdiri dari: (a) Upacara Ngalabuhan, yakni upacara memulai
tanam padi; (b) Upacara Ngamala Lubakng Tugal. Upacara ini dilakukan di sawah
atau ladang secara intensif agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik,
berhasil dan tidak diganggu hama; (c) Upacara Ngiliratn penyakit padi atau
menghanyutkan padi-padi bekas gigitan hama maupun binatang ke sungai dengan
maksud membuang sial (penyakit).
10)
Upacara Ngabati
Upacara
ini dilaksanakan di tengah ladang pada saat hendak panen padi atau saat padi
menguning. Upacara ini merupakan permohonan agar padi yang telah menguning
tersebut tidak diganggu hama tikus dan agar semua padi berisi, sehingga bila
panen tiba hasilnya banyak.
11)
Upacara Naik Dango
Upacara
Naik Dango merupakan upacara inti dari beberapa tahapan upacara yang berkaitan
dengan panen padi (pesta penen). Upacara ini merupakan upacara syukuran padi
yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kanayatn setiap setahun sekali pada tanggal
27 April. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran setiap kecamatan di
Kabupaten Landak. Upacara ini merupakan upacara besar yang banyak melibatkan
masyarakat dan kesenian di dalamnya.
1.1.6.
Sistem
Perkawinan
Dalam
sistem perkawinan, terdapat hal yang jauh berbeda antara suku dayak dan suku
melayu. Dalam hal ini, suku melayu memiliki adat perkawinan yang sama dengan
tuntunan ajaran agama islam karena memang suku melayu mayoritas beragama islam.
Suku dayak berbeda, sebelum ingin menikah ia harus menyiapkan satu kepala yang
terputus dari salah satu musuhnya dan kepala itu nantinya akan dijadikan
sebagai mas kawin atau mahar untuk wanita. oleh pengantin wanita hal ini
dijadikan simbol untuk bukti bahwa pengantin laki laki mampu melindungi
istrinya nanti dan biasanya ketika laki laki suku dayak lain yang tidak mampu
membawakan kepala musuh, ia akan menikah dengan bukan suku dayak, tetapi dengan
suku suku lainnya.
1.1.7.
Perekonomian
dan Mata Pencaharian
Kalimantan Barat memiliki potensi
pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Hasil pertanian Kalimantan Barat
diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan hasil
perkebunan diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, lidah buaya dan
lain-lain. Kebun kelapa sawit sampai Oktober 2010 sudah mencapai 592,000 ha.
Kebun-kebun tersebut sebagian dibangun di hutan yang dikonversi menjadi lahan
perkebunan. Kebun-kebun sawit menguntungkan pengusaha dan penguasa. Para petani
peserta menderita sengsara. Pendapatan petani sawit binaan PTPN XIII hanya 6,6
ons beras per hari/orang. Sedangkan pengelolaan kebun dengan pola kemitraan
hanya memberi 3,3 ons beras per hari/orang. Kondisi ini lebih buruk dari
tanaman paksa (kultuurstelsel) zaman Hindia Belanda.
1.1.8.
Ciri
fisik
Ciri Fisik Menurut Prof. Lambut dari Universitas Lambung
Mangkurat, secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi : Dayak
Mongoloid ,Dayak Malayunoid
Dayak Autrolo-Melanosoid Dayak Heteronoid
Salah satu ciri yang tampak pada orang Mualang adalah ciri
fisik yang mongoloid, wajah bulat, kulit putih/ kuning langsat, mata agak
sipit, rambut lurus, ada juga yang ikal serta relatif tidak tinggi, dan juga
dikenal dengan keramah- tamahannya, orang mualang sangat mudah membaur dengan
sub suku lain. Oleh karena itu, ada banyak sekali orang-orang dari pulau
seberang yang mencari nafkah didaerah mualang.contohnya orang- orang lokal/ tempatan
/ Dayak lainnya, kemudian dari pulau jawa, sumatera (Melayu, Batak dll).
1.1.9.
Seni
dan Budaya
1)
Tarian
Tradisional
a.
Tari Monong/Manang/Baliatn
Tari
Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh
masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal
penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun
dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan
trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.
b.
Tari
Pingan
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak
Mualang Kabupaten Sekadau yang di masa kini sebagai tari hiburan masyarakat
atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan
sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur di masa
lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan tamu/pahlawan.
c.
Tari
Jonggan
Tari Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak
Kanayatn di daerah Kubu Raya, Mempawah, Landak yang masih dapat ditemukan dan
dinikmati secara visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam
pergaulan muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya
diajak untuk menari bersama.
d.
Tari Kondan
Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh
pantun dan musik tradisional masyarakat Dayak Kabupaten sanggau kapuas, kadang
kala kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan
kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya. kesenian
ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.
e.
Tari
Kinyah Uut Danum
Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum
yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa
ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus atau
sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah dipelajari
karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga karena gerakannya
yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang prima akan cepat
kelelahan.
f.
Tari
Zapin
Tari
Zapin pada masyarakat Melayu kalimantan Barat, Merupakan suatu tari pergaulan
dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam pergaulan. Jika ia
menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin tembung, jika menggunakan kipas
maka di sebut Zapin Kipas.
2)
Alat
Musik Tradisional
a.
Gong/Angklung
Gong/Anguklung, Kollatung (Uut Danum) merupakan
alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang
multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam
pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.
b.
Tawaq
Tawaq (sejenis Kempul) merupakan
alat musik untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak secara umum.
Bahasa Dayak Uut Danum menyebutnya Kotavak.
c.
Sapek
Sapek merupakan alat musik petik
tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam
kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya Konyahpik
(bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek.
d.
Balikan/Kurating
Balikan/Kurating merupakan alat
musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak
Ibanik, Dayak Banuaka".
e.
Kangkuang
Kangkuang merupakan alat musik pukul
yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka
Kapuas Hulu.
f.
Keledik/Kedire
Keledik/Kedire merupakan alat musik
terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan dengan cara ditiup dan dihisap,
terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek.
g.
Entebong
Entebong merupakan alat musik Pukul
sejenis Gendang yang banyak terdapat di kelompok Dayak Mualang di daerah
Kabupaten Sekadau.
h.
Rabab/Rebab
Rabab/Rebab, yaitu alat musik gesek,
terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong, yaitu alat musik tiup, terbuat
dari dahan semacam pelepah tanaman liar di hutan seperti pohon enau.
Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat dari
kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus satu set.
i.
Terah Umat
Terah Umat (pada Dayak Uut Danum)
merupakan alat musik ketuk seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari
besi (umat) maka di sebut Terah Umat.
1.1.10.
Senjata Tradisional
1.
Mandau (Ahpang: sebutan
Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang memiliki keunikan tersendiri, dengan
ukiran dan kekhasannya. Pada suku Dayak Uut Danum hulunya terbuat dari tanduk
rusa yang diukir, sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang
sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan
tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat
Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.
2.
Keris
3.
Tumbak
4.
Sumpit (Sohpot: sebutan
Uut Danum)
5.
Senapang Lantak
6.
Duhung (Uut Danum)
7.
Isou Bacou atau Parang
yang kedua sisinya tajam (Uut Danum)
8.
Lunjuk atau sejenis
tumbak untuk berburu (Uut Danum)
1.1.11.
Sastra
Lisan
Beberapan
sastra lisan yang ada di daerah ini antara lain:
1.
Bekana merupakan cerita orang tua masa lalu
yang menceritakan dunia khayangan atau Orang Menua Pangau
(dewa-dewi) dalam mitologi Dayak Ibanik: Iban , Mualang, Kantuk, Desa dan
lain-lain.
2.
Bejandeh merupakan sejenis bekana
tapi objek ceritanya beda.
3.
Nyangahatn, yaitu doa tua pada masyarakat
Dayak Kanayatn.
Pada suku
Dayak Uut Danum, sastra lisannya terdiri dari Kollimoi (zaman kedua), Tahtum
(zaman ketiga), Parung, Kandan dan Kendau. Pada zaman tertua atau pertama
adalah kejadian alam semesta dan umat manusia. Pada sastra lisan zaman kedua
ini adalah tentang kehidupan manusia Uut Danum di langit. Pada zaman ketiga
adalah tentang cerita kepahlawanan dan pengayauan suku dayak Uut Danum ketika
sudah berada di bumi, misalnya bagaimana mereka mengayau sepanjang sungai
Kapuas sampai penduduknya tidak tersisa sehingga dinamakan Kopuas Buhang
(Kapuas yang kosong atau penghuninya habis) lalu mereka mencari sasaran ke
bagian lain pulau Kalimantan yaitu ke arah kalimantan Tengah dan Timur dan
membawa nama-nama daerah di Kalimantan Barat, sehingga itulah mengapa di Kalimantan
Tengah juga ada sungai bernama sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Tahtum ini jika
dilantunkan sesuai aslinya bisa mencapai belasan malam untuk satu episode,
sementara Tahtum ini terdiri dari ratusan episode. Parung adalahsastra lisan
sewaktu ada pesta adat atau perkawinan. Kandan adalah bahasa bersastra paling
tinggi dikalangan kelompok suku Uut Danum (Dohoi, Soravai, Pangin, Siang,
Murung dan lain-lain)yang biasa digunakan untuk menceritakan Kolimoi, Parung,
Mohpash dan lain-lain. Orang yang mempelajari bahasa Kandan ini harus membayar
kepada gurunya. Sekarang bahasa ini sudah hampir punah dan hanya dikuasai oleh
orang-orang tua. Sementara Kendau adalah bahasa sastra untuk mengolok-olok atau
bergurau.
1.1.12.
Kain Tenun
Kain Tenun Tradisional terdapat di
beberapa daerah, diantaranya:
1.
Tenun Daerah Sambas
2.
Tenun Belitang daerah
Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
3.
Tenun Ensaid Panjang
Kabupaten Sintang
4.
Tenun Kapuas Hulu
1.1.13.
Kerajinan Tangan
Berbagai
macam kerajinan tangan dapat diperoleh dari daerah ini, misalnya:
1.
Tikar Lampit, di
Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu.
2.
Ukir-ukiran, perisai,
mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
3.
Kacang Uwoi (tikar
rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
4.
Takui Darok (caping
lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
1.1.14. Kue Tradisional
Kue-kue
tradisional banyak dijumpai di tempat ini, misalnya:
1.
Lemang, terbuat dari
pulut di masukan ke dalam bambu, merupakan makanan tradisional masyarakat masa
lampau yang kini masih dilestarikan.
2.
Lemper, terbuat dari
pulut yang di isi daging/kacang terdapat didaerah Purun merupakan makanan
tradisional
3.
Lepat, terbuat dari
tepung yang di dalamnya di masukan pisang.
4.
Jimut, kue tradisional
pada masyarakat Dayak Mualang daerah Belitang Kabupaten Sekadau yang terbuat
dari tepung yang dibentuk bulatan sebesar bola pimpong.
5.
Lulun, sejenis lepat,
yamg isimya gula merah, terdapat di daerah Belitang kab sekadau
6.
Lempok, terdapat di
pontianak dibuat dari Durian (hampir semua suku Dayak dan Melayu mempunyai
kebiasaan membuat Lempok)
7.
Tumpi', terdapat pada
masyarakat Dayak kanayatn, yang terbuat dari bahan tepung.
8.
Tehpung, kue
tradisional pada dayak Uut Danum, terbuat dari beras pulut yang ditumbuk halus
dan digoreng. Kue ini biasanya di buat pada acara adat, bentuknya ada yang
seperti perahu, gong dan lain-lain.
1.1.15. Masakan dan Makanan Tradisional
Kuliner
yang bisa kita dapatkan dari daerah ini adalah:
1.
Masakan Asam Pedas di
daerah Pontianak
2.
Masakan Bubur Pedas di
daerah Sambas
3.
Kerupok basah,
merupakan makanan khas Kapuas Hulu
4.
Ale-ale, merupakan
makanan khas Ketapang
5.
Pansoh, yaitu masakan
daging di dalam bambu pada masyarakat Dayak.
6.
Mie Tiau, merupakan
masakan khas Tionghoa Pontianak yang terdapat di kota Pontianak. Nasi Ayam dan Mie
Pangsit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar